Januari, 2021. “Tahun sudah berganti Jo, nasib kita yang enggak berubah,” ucap seorang lelaki ke teman di sampingnya. “Hahaha benar, sebelum pandemi sudah miskin, sekarang tambah miskin.” Dia tertawa terbahak-bahak, nasibnya adalah humor baginya. Mereka berdua adalah Bima dan Johan. Sepasang sahabat yang sepakat untuk menikmati malam tahun baru dengan bersumpah serapah akan nasibnya: dipecat dari pekerjaan mereka. Malam semakin larut, tawa mereka berdua membanjiri suasana yang sepi, menembus dinding sunyi, dan langit yang tak lagi berhiaskan kembang api. Duduk di gubuk tepi jalanan yang muram, hanya ada angin yang gemar berlalu di permukaannya. Di atas papan kayu yang nyaris kopong dimakan rayap, dengan kehadiran 2 gelas kecil yang berisi minuman berbau tak sedap menengahi mereka berdua. “Diingat-ingat, pandemi hampir setahun tinggal di negara kita. Makin lama makin kurang ajar, sudah menumpang enggak tahu diri.” Bima menyenderkan badannya yang kekar ke dinding kayu g...
Wajan ini sangat menjengkelkan, apa kau marah? Aku tak sengaja melakukannya. Maafkan aku, dan segeralah lepaskan gosongmu. Aku terus menggosoknya, berulang kali, tapi dia sangat keras kepala. Sebentar lagi ibu pulang, dia akan memarahiku sekaligus menceritakan sejarah wajannya. Serba-serbi tentang wajannya. “Millaaaaa!!” Ah, sudah. Segera ku bereskan urusanku dengan wajan sialan itu dan segera ke depan, karena pasti ibu sudah menungguku. Ia masih berdiri di depan pintu, tangan kirinya menenteng kantong kresek berwarna hitam, kelihatannya berat. Aku memandang wajahnya perlahan, sorot matanya langsung menghunjam ke arahku, penuh penghakiman. “Kamu belum menyapu? Dari mana saja? punya anak kok malasnya kebangetan.” Jarinya menunjuk ke semua sudut yang dianggapnya kotor. ...